Mahasiswa Baru

Regulasi Diri Pada Mahasiswa Baru

Oleh Rena Kinnara Arlotas, M.Psi, Psikolog (Program Studi Psikologi Islam, UIN Imam Bonjol Padang)

Maleh kuliah, banyak bana tugas, raso-raso ndak talok lai doh”

Seorang mahasiswa baru, sebut saja namanya A, merasa kaget dengan perkuliahan di perguruan tinggi yang jauh berbeda dengan di SMA. Ia merasa tugas-tugas di perguruan tinggi sangat banyak dan berat, yang mengharuskan Ia untuk sering begadang. Hampir semua mata kuliah memberikan tugas, baik membuat makalah, mind map, dan sebagainya. Buku-buku yang dapat dijadikan referensi pun ditentukan oleh sang dosen. Tidak boleh terlalu banyak copy paste dari internet, dan harus dengan argumentasi atau pemahaman sendiri tentang suatu materi tugas. Ia seolah dipaksa untuk melakukan hal-hal tersebut. Kadang ia jenuh. Tugas yang satu belum selesai, sudah datang tugas kedua dan seterusnya. Ternyata kuliah itu tidak seperti yang ia bayangkan selama ini, sebagaimana yang sering ditayangkan di sinetron di layar kaca.

Kasus seperti di atas seringkali dialami oleh mahasiswa baru. Memasuki masa perkuliahan, mahasiswa baru akan mendapati suasana dan proses pembelajaran yang berbeda dengan tingkat pendidikan sebelumnya. Jika sebelumnya peran guru cukup dominan di dalam kelas, maka di tingkat perguruan tinggi mahasiswa dituntut untuk lebih aktif dalam proses pembelajaran. Kuantitas dan kualitas tugas di perguruan tinggi juga berbeda dengan di sekolah. Di perguruan tinggi, tugas yang harus diselesaikan mahasiswa biasanya akan lebih banyak dan lebih menuntut pemahaman mengenai kajian teoritis. Sehingga mahasiswa akan lebih sering bergadang, mengunjungi perpustakaan dan mencari berbagai sumber referensi yang valid di internet.

Kondisi tersebut kadangkala bisa membuat mahasiswa menjadi “shock”, terkejut, panik, stres, hingga putus asa. Apa yang harus dilakukan agar mahasiswa baru terhindar dari kondisi tersebut?

Regulasi Diri

Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa individu yang berprestasi ternyata memiliki regulasi diri yang baik. Penelitian juga menunjukkan bahwa individu yang mampu meregulasi dirinya akan mencapai peningkatan prestasi akademis. Zimmerman (2010) menyatakan bahwa regulasi diri terdiri atas proses metakognitif, motivasi, dan perilaku aktif dalam belajar. Metakognitif berarti merencanakan, menentukan tujuan, mengorganisasikan, memonitor, dan mengevaluasi pencapaian proses belajar. Motivasi artinya menumbuhkan keyakinan akan kemampuan diri. Sedangkan perilaku aktif dalam belajar berarti memilih, menyusun, dan menciptakan lingkungan yang akan mengoptimalkan proses belajarnya.

Agar mampu meregulasi diri, terdapat beberapa tahap yang harus dilakukan mahasiswa. Pertama menentukan tujuan dan menganalisis tugas. Mahasiswa baru diharapkan mampu menentukan tujuan atau target belajarnya, termasuk target berupa peningkatan pemahaman dan keterampilan, serta nilai dan Indeks Prestasi yang ingin dicapainya. Tujuan tersebut hendaklah ditulis secara jelas, spesifik, terukur, dan realistis. Misalnya, tujuan yang hendak dicapai adalah mampu membuat rangkuman dari tema 1, yang dilaksanakan pada tanggal 21 September 2018, pukul 20.00-22.00 WIB. Akan lebih baik jika target-target tersebut ditulis dan diletakkan ditempat yang sering terlihat oleh mahasiswa, seperti di depan meja belajar, di cermin, di dekat tempat tidur, dan sebagainya.

Kedua, setelah menentukan tujuan, mahasiswa hendaknya memotivasi diri untuk segera menyelesaikan tugas-tugas akademiknya. Mahasiswa juga menumbuhkan kesenangan pada hal-hal yang dipelajari dengan meyakini bahwa materi yang akan dipelajari sangat penting dan sangat menarik, sehingga menumbuhkan motivasi internal untuk mempelajarinya. Dengan adanya rasa senang terhadap suatu pelajaran, maka mahasiswa akan termotivasi secara instrinsik untuk mempelajarinya. Adanya motivasi akan terlihat dari usaha yang optimal dan kemampuan untuk bertahan dalam menyelesaikan tugas.

Ketiga, mahasiswa memilih, menyusun, dan menciptakan lingkungan yang akan mengoptimalkan proses belajarnya. Hal ini dapat dilakukan dengan memilih lokasi yang tepat untuk belajar, menata ruang belajar dengan rapi, menginstruksikan diri sendiri untuk mencapai hasil belajar, dan menguatkan diri sendiri selama proses belajar.

Keempat, kontrol diri dan observasi diri. Kontrol diri dilakukan dengan menginstruksikan diri sendiri untuk menyelesaikan tugas, berusaha untuk fokus dan konsentrasi. Observasi diri dilakukan dengan memperhatikan pengalaman selama mencapai tujuan. Misalnya mencatat berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas, kondisi-kondisi seperti apa yang mendukung dan menghambat proses belajar.

Kelima, mengevaluasi diri. Evaluasi dilakukan dengan membandingkan hasil yang dicapai dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Evaluasi juga dilakukan terhadap efektivitas metode dan strategi belajar yang telah digunakan. Tentukan faktor-faktor yang menyebabkan kondisi tersebut terjadi dan tentukan perbaikan yang akan dilakukan. Perbaikan yang dilakukan mulai dari perubahan cara pandang mengenai kemampuan diri dan hal-hal yang berkaitan dengan proses belajar, hingga mengenai strategi belajar yang selama ini digunakan.

Setelah menentukan evaluasi dari hasil yang dicapai, mahasiswa diharapkan bisa mengontrol reaksinya. Karena, adakalanya hasil evaluasi yang buruk dapat menurunkan motivasi belajar mahasiswa. Bahkan mahasiswa menjadi defensive dan tidak mengakui kesalahan diri.(*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *