Potensi Pasar Pangan Fungsional Di Negara Maju dan Indonesia

By Adrian Hilman Lubis

“Sudahkah Anda sadar untuk memulai pola hidup sehat hari ini? Apa yang Anda butuhkan untuk mewujudkan masa depan yang cerah?”

Akhir-akhir ini, banyak dari konsumen yang telah menyadari peran penting konsumsi pangan dalam mengelola risiko timbulnya penyakit dan menjaga kesehatan tubuh. Kondisi ini diperburuk dengan peningkatan populasi dunia yang akan mengancam setiap nyawa yang hidup dalam mendapatkan makanan (Lutz, et. al., 2008). Tentunya, ini merupakan peluang dan sekaligus tantangan bagi sektor industri makanan dalam memproduksi produk pangan yang dituntut agar dapat memenuhi aspek kesehatan bagi manusia. Hari ini, industri makanan termasuk salah satu sektor dengan intensitas penelitian yang cukup rendah dan inovasi yang relatif kecil dalam hal penelitian dan pengembangan produk. Walapun demikian, berbagai upaya telah dilakukan pemerintah dalam mendorong setiap pelaku industri makanan untuk meningkatkan penelitian dan pengembangan produk guna menghasilkan produk kreatif dan inovatif agar dapat berlaga di pasar Internasional.

Dalam kesempatan lain, Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto, menyampaikan bahwa industri makanan dan minuman diproyeksi masih menjadi salah satu sektor andalan penopang pertumbuhan manufaktur dan ekonomi nasional di 2018. Peran penting sektor strategis ini terlihat dari kontribusinya yang konsisten dan signifikan terhadap produk domestik bruto (PDB) industri non-migas (23/11).

Faktanya, inovasi dalam industri makanan sangat terkait erat dengan pengembangan dan penggantian produk berdasarkan petunjuk gizi atau kepatuhan peraturan yang berlaku saat ini (Annunziata dan Vecchio, 2011). Pemerintah (dalam hal ini Badan Pengawas Obat dan Makanan-BPOM) terus berupaya mengkaji dan memperbaiki peraturan-peraturan yang mengatur informasi nilai gizi dan penambahan zat gizi pangan olahan, keamanan pangan produk rekayasa genetik, pengawasan produk pangan fungsional dan lainnya. Selain itu, prosedur sebuah perusahaan untuk meningkatkan sebuah produk menjadi lebih bermanfaat bagi kesehatan membutuhkan waktu yang lama dan uang yang tidak sedikit. Sehingga, penelitian dan pengembangan pangan fungsional merupakan tantangan besar bagi industri makanan untuk dilaksanakan sesuai dengan tuntutan inovasi teknologi dan gaya hidup saat ini. Jelas sekali bahwa gaya hidup masyarakat modern dan kondisi demografi yang dipenuhi oleh anak-anak muda mendukung gaya hidup sehat dengan tren mengkonsumsi pangan fungsional. Sehingga, dapat dilihat peningkatan jumlah peluncuran produk pangan fungsional setiap tahunnya di seluruh dunia (Bigliardi dan Galati, 2013).

Peran biologis komponen pangan fungsional saat ini telah menjadi topik utama penelitian oleh berbagai sektor instansi dan industri terkait di seluruh dunia. Pengaruhnya bergantung pada ekologi mikroba yang hidup di lokasi tertentu (pada banyak kasus seperti mikrobiota usus) dan perbedaan kondisi anatomi tubuh seseorang (Laparra dan Sanz, 2010). Sebagian besar perkembangan awal pangan fungsional berhubungan dengan fortifikasi (penambahan zat gizi-red) mineral dan vitamin ke dalam produk pangan, meskipun masih terjadi kontroversi pada tingkat fortifikasi yang diizinkan. Saat ini, fortifikasi menjadi altenatif utama industri makanan dalam mengembangkan produk pangan dengan manfaat kesehatan majemuk. Contoh yang paling sering dilihat pada produk pangan adalah fortifikasi mikronutrien seperti serat larut, fitosterol, asam lemak omega-3 terutama DHA dan lainnya.

Seperti yang sudah dijelaskan diatas, masalah utama dalam pangan fungsional adalah peraturan dan klaim, terutama klaim kesehatan dari suatu produk. Akan tetapi situasi antara satu daerah dengan daerah lain bervariasi. Contohnya di Uni Eropa fokus pada keselamatan daripada klaim, sedangkan di Amerika Serikat lebih banyak penekanan pada klaim kesehatan. Masalahnya menjadi semakin rumit ketika produk dan komponen pangan yang dapat mencegah atau menyembuhkan penyakit tertentu tidak memiliki cukup bukti ilmiah untuk mengidentifikasi komponen efektif yang terkandung serta keamanannya bagi tubuh. Ditambah pengawasan peraturan yang sebagian besar masih kurang dilaksanakan, sulit untuk menentukan kebenaran dibalik klaim tersebut. Klaim kesehatan untuk pangan fungsional harus jelas menghubungkan produk pangan dengan fungsi kesehatan yang spesifik.

Dalam hal penerimaan konsumen terhadap produk pangan fungsional, setiap orang dapat berbeda secara signifikan. Penerimaan konsumen terhadap produk pangan fungsional seperti penampilan, rasa dan kejelasan klaim kesehatan merupakan syarat utama yang harus terpenuhi. Selain itu, tingkat pendidikan, usia, asal geografis bahkan gender telah mempengaruhi persepsi konsumen dalam menerima produk pangan fungsional.

Produk-produk pangan fungsional sebagian besar telah dihasilkan oleh industri susu. Beberapa hasil penelitian terbaru yang layak dikembangkan di antaranya adalah susu formula bayi dan balita yang dilengkapi dengan prebiotik seperti FOS, GOS dan inulin. Disamping itu, ada juga produk pangan fungsional lain seperti yoghurt sinbiotik dan tepung umbi-umbian kaya pati resisten yang dapat diolah menjadi produk olahan berupa kue, biskuit, mie, dan roti. Selain itu, ada juga produk pangan fungsional di sektor gula-gula dan minuman ringan.

Potensi Pasar Pangan Fungsional di Negara Maju

Dalam menentukan ukuran pasar pangan fungsional secara global, tidak dapat dilakukan dengan presisi atau akurat karena banyak faktor pembatas yang mempengaruhi. Pasar global untuk pangan fungsional diperkirakan bernilai USD 74 juta di tahun 2005 dengan peningkatan sebesar 7,2% pertahunnya dan akan melebihi USD 100 juta di tahun 2015. Pasar ini sebagian besar dikuasai oleh Amerika Serikat, Uni Eropa dan Jepang, seperti yang terlihat pada gambar diatas. Namun, Tiongkok, India, Turki dan Amerika Latin yang sedang mengembangkan pasar pangan fungsional telah berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir ini karena konsep kebiasaan makan sehat menjadi semakin meluas (Patel dan Goyal, 2012).

Potensi Pasar Pangan Fungsional di Indonesia

Indonesia dan kawasan Asean memiliki posisi penting bagi pengembangan produk pangan fungsional ke depannya. Hal tersebut dapat ditandai dengan penyelenggaraan pameran-pameran yang sukses di beberapa tempat di Indonesia dan kawasan Asean lainnya. Ternyata, hasil survey yang didapat dari pameran tersebut menunjukkan bahwa masih banyak konsumen di Indonesia dan kawasan Asean lainnya yang belum mengetahui dan menikmati produk pangan fungsional. Tentu saja keadaan ini dapat memberikan peluang yang potensial bagi industri makanan di tanah air. Khusus untuk Indonesia, produk pangan terfortifikasi mendapatkan penjualan paling populer dari produk lainnya. Konsumen di Indonesia lebih memilih produk yang memberikan manfaat bagi kesehatan dan bernilai daripada produk yang murah, tapi kurang bermanfaat. Hal ini menunjukkan bahwa pasar pangan fungsional di Indonesia telah berkembang dan memberikan peluang bagi produsen, baik lokal maupun internasional. Selain itu, produk pangan fungsional yang halal juga  memiliki peranan penting untuk keberhasilan di pasar Indonesia, karena mempunyai peluang pertumbuhan yang lebih baik daripada produk yang tidak halal.

Sumber:

Kementerian Perindustrian RI

The Journal of Nature

The Journal of Functional Food

The Journal of Trends in Food Science and Technology

Pharmacological Research

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *