Oleh Elivisofi Salafiah
PENDAHULUAN
Energi merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Salah satu permasalahan besar yang dihadapi Indonesia saat ini adalah kelangkaan energi bahan bakar yang menjadi semakin krusial karena semakin meningkatnya populasi masyarakat Indonesia. Semakin terbatasnya jumlah bahan bakar fosil mulai dapat dirasakan dampaknya. Oleh karena itu, sumber energi terbarukan (renewable) dibutuhkan untuk penyediaan sumber energi secara berkesinambungan (sustainable) yaitu dengan pembuatan bioetanol.
Bioetanol adalah etanol yang dihasilkan dari fermentasi glukosa (gula) yang dilanjutkan dengan proses destilasi. Produk bioetanol dapat menggunakan bahan baku limbah yang mengandung selulosa yang diantaranya adalah jerami padi. Jerami padi merupakan limbah hasil pertanian yang pada umumnya dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Jerami padi mengandung polisakarida dalam bentuk selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Menurut Shofiyanto (2008), bahan selulosa pada limbah pertanian dapat dimanfaatkan sebagai sumber karbon untuk produksi etanol dengan melakukan hidrolisis terlebih dahulu.
Proses hidrolisis dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan gula sederhana yang kemudian difermentasi oleh khamir untuk menghasilkan etanol. Hidrolisis dapat dilakukan dengan menggunakan dua macam katalis, yaitu katalis asam dan enzim. Hidrolisis enzimatik menggunakan katalis enzim yang disebut enzim selulase, enzim ini berfungsi untuk memecah selulosa menjadi gula reduksi atau glukosa. Enzim selulase dapat diproduksi oleh fungi, bakteri, dan ruminansia. Fungi yang bisa menghasilkan selulase antara lain genus Trichoderma, Aspergillus, dan Aspergillus niger. Sedangkan untuk pembenihan inokulasi biasanya dilakukan pada medium PDA/Potato Dextrose Agar atau pada medium Czapek Dox Liquid.
Produksi enzim selulase juga memerlukan substrat yang berupa bahan berpati atau berselulosa, dari salah satu bahan berselulosa yang bisa digunakan sebagai substrat adalah jerami padi. Jerami padi mempunyai potensi besar sebagai substrat dalam produksi enzim selulase yang digunakan secara luas dalam industri karena kandungan selulosanya yang tinggi dan keberadaannya yang sangat melimpah di Indonesia. Menurut Biro Pusat Statistik (BPS) 2013 luas panen produksi tanaman padi di Indonesia adalah 13835252 ha. Penelitian ini diharapkan dapat memperoleh kondisi optimum dari variabel yang telah ditentukan dalam rangka produksi enzim selulase dari mikrofungi (Trichoderma reseei dan Aspergillus niger) dan menambah nilai ekonomis jerami padi.
METODE PENELITIAN
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah erlenmeyer, Magnetic stirrer, Tabung reaksi , Inkubator, Heater Vortex, Kawat ose, Api bunsen, Sentrifuge, Autoclave, Pipet ukur, Gelas ukur, water bath, Sendok, Timbangan digital, Kertas saring, Corong, Lemari pendingin, blender, ph meter, bola hisap, botol steril, stopwatch, spektrofotometer.
Bahan yang digunakan adalah Jerami padi, Mikrofungi jenis Trichoderma reesei dan Aspergillus niger, Larutan Nutrisi yang terdiri dari Aquadest, ekstrak ragi (yeast extract), Bacterioogical peptone, (NH4)2S04 (Ammonium Sulfate), KH2PO4 (Potassium dihydrogen pHospate), FeSO4.7H2O (Ferrous sulfate heptahydrate), Laturan CMC (Carboxy Methyl Cellulose) 1%, PDA (Potato Dextrose Agar), Tween 80, Reagen DNS, Glukosa anhidrat, Reagen Biuret.
Metode Penelitian
Penelitian dilakukan secara bertahap yang diawali dengan pretreatment. Prosedur pretreatment adalah Jerami padi diangin – anginkan selama ± 12 jam lalu dipotong dengan ± 3 mm. Jerami padi berukuran ± 3 mm direndam dengan menggunakan air ± 12 jam lalu diblender. 10 gram bubuk jerami ditempatkan dalam erlemeyer 250 ml kemudian ditambah larutan NaOH 2M dan direndam selama ± 1 jam. Menutup erlenmeyer menggunakan aluminium foil kemudian treatment dengan microwave pada waktu 40 menit. Jerami yang telah di pretreament dinetralkan menggunakan aquades, kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 60oC selama 3 jam. Hasil pretreatment pada penelitian ini dilanjutkan untuk pengujian aktivitas enzim.
Sebelum melakukan uji aktivitas enzim maka dilakukan pengembangbiakan spora Trichoderma reesei dan Aspergillus niger pada media PDA miring. Tahap selanjutnya ialah proses penanaman mikrobadengan menginokulasikan spora Trichoderma reesei dan Aspergillus niger pada larutan nutrisi dan 5 gram substrat jerami padi yang sudah dipretreatment. Kemudian diinkubasi selama 6 hari Trichoderma reesei dan 8 hari untuk Aspergillus niger pada kondisi suhu 27°C, 30oC dan 37°C dengan pH larutan nutrisi sebesar 4,5, dan 6. Kemudian dilakukan pengujian aktivitas pada cairan enzim (supernatan) yang dihasilkan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Uji Aktivitas Enzim
Pengujian aktivitas enzim menggunakan 3 metode yaitu metode CMCase, Fpase, dan β-glukosidase. Kadar glukosa yang dihasilkan diukur dengan menggunakan pereaksi Dinitrosalicylic Acid (DNS). Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa terjadi fluktuasi yang berbeda untuk tiap perlakuan PH dan Suhu namun secara keseluruhan grafik menunjukkan kenaikan aktivitas enzim terhadap kenaikan suhu dan pH. Pada umumnya akan mensekresikan tiga jenis enzim selulase, yaitu endoglukanase atau carboxymethylcellulase (CMC-ase), eksoglukanase, dan β-glukosidase. Secara sinergis ketiga jenis enzim ini mendegradasi selulosa menjadi glukosa (Cai et al., 1999; Beauchemin et al., 2003).
Aktivitas Endoglukanase (CMCase)
Carboxy Methyl Cellulose (CMC) merupakan turunan selulosa yang mudah larut dalam air. Oleh karena itu CMC mudah dihidrolisis menjadi gula-gula sederhana oleh enzim selulase. Menurut Hobson and Jouany (1988), Ding et al. (2001), dan Chen et al. (2004), CMC-ase merupakan enzim pertama dalam system enzim selulase sehingga tingkat aktivitasnya sangat menentukan dalam proses degradasi selulosa. Hasil nilai aktivitas enzim dari Aspergillus niger dan Trichoderma reesei dengan metode CMCase dapat dilihat pada gambar1.
Gambar 1. Histogram nilai aktivitas enzim Aspergillus niger (kiri) dan Trichoderma reesei (kanan) dengan metode CMCase
Histogram tersebut menunjukkan nilai aktivitas enzim pada kombinasi suhu 27oC, 30 oC, 37 oC dengan PH 4, 5, dan 6. Hasil menunjukan bahwa pada kombinasi suhu 37oC dengan PH 6 memiliki nilai aktivitas enzim yang paling tinggi yaitu sebesar 0.187347 IU/ml untuk Aspergillus niger dan 0.157994 IU/ml. Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang menyebutkan bahwa Aspergillus niger adalah mould dari klas fungi imperfecti, tersebar dimana-mana pada bermacam substrat antara lain terdapat pada buah-buahan, sayur-sayuran dan makanan lain yang telah busuk. Jamur ini berperan dalam mendekomposisi polisakarida di dalam kayu, mempunyai suhu pertumbuhan 300C – 370C, pH : 4 – 6 dan aerob (Dwijoseputro, 1984). Pada lama fermentasi 9 hari dengan pH awal media 6,0 merupakan kondisi optimal untuk produksi enzim selulase dari A. niger dengan jerami padi sebagai substratnya (Gunam, dkk. 2010).
Gautam, et.al (2011) yang mendapatkan aktivitas enzim tertinggi pada kisaran suhu 40 – 50 oC untuk produksi enzim selulase dari Trichoderma sp. penelitian Lee et.al (2011) yang menyebutkan kondisi optimal produksi enzim selulase dari dari Trichoderma reseei pada berbagai kondisi fermentasi diperoleh pada waktu inkubasi di atas 7 hari, suhu di atas 30 oC. Sedangkan untuk perlakuan optimal pH larutan nutrisi (media pertumbuhan) berada pada kisaran 5-6 dibuktikan pada penelitian Ikram dkk (2005).
Aktivitas Eksoglukanase (FPase)
Data hasil uji aktivitas enzim dari Aspergillus niger dan Trichoderma reesei dengan metode FPase pada kombinasi perlakuan suhu dan pH dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar 2. Histogram nilai aktivitas enzim Aspergillus niger (kiri) dan Trichoderma reesei (kanan) dengan metode FPase
Pada histogram aktivitas enzim Aspergillus niger, hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa terjadi fluktuasi untuk tiap perlakuan suhu dan PH namun Hasil menunjukan bahwa pada perlakuan kombinasi suhu 37oC dengan PH 4 memiliki nilai aktivitas enzim yang paling tinggi yaitu sebesar 0.026886 IU/ml. Sedangkan pada histogram aktivitas enzim Trichoderma reesei, nilai aktivitas enzim yang paling tinggi yaitu sebesar 0.087481 IU/ml.
Aktivitas β-glukosidase
Data hasil uji aktivitas enzim dari Aspergillus niger dan Trichoderma reesei dengan metode β-glukosidase dapat dilihat pada gambar 3.
Gambar 3. Histogram nilai aktivitas enzim Aspergillus niger (kiri) dan Trichoderma reesei (kanan) dengan metode β-glukosidase
Histogram di atas menunjukan bahwa pada kombinasi suhu 37 oC dengan PH 6 memiliki nilai aktivitas enzim yang paling tinggi yaitu sebesar 0.039666 IU/ml untuk aktivitas enzim Aspergillus niger dan 0.021010 IU/ml untuk Trichoderma reesei. Pada kondisi PH 4 memiliki nilai aktivitas yang kecil. Hal ini disebabkan aktivitas β-glukosidase turun pada media tanpa bufer diakibatkan oleh terbentuknya kondisi larutan yang asam selama produksi selulase. Mandels and Weber (1969) dalam Ja’afaru and Fagade (2007) telah menunjukan bahwa PH sekitar 3,0 – 4,0, 90% aktivitas β-glukosidase akan hilang.
Pada nilai aktivitas enzim β-glukosidase dari mikrofungi Aspergillus niger dan Tricoderma reesei terdapat perbedaan yaitu nilai aktivitas enzim β-glukosidase dari mikrofungi Aspergillus niger lebih tinggi dibandingkan nilai aktivitas enzim dari mikrofungi Tricoderma reesei. Penelitian terdahulu menyebutkan bahwa Aspergillus niger menghasilkan β-glukosidase tinggi akan tetapi endo-β-1,4 –glukanase dan ekso- β-glukosidasenya rendah (Juhasz, et al, 2003). Tricoderma reesei menghasilkan endoglukanase dan eksoglukanase sampai 80% tetapi β-glukosidasenya lebih rendah sehingga produk utama hidrolisisnya bukan glukosa melainkan selobiosa (Ahmed dan Vermette, 2008 ; Martins, et al., 2008 ) yang merupakan inhibitor kuat terhadap endoglukanase dan eksoglukanase.
KESIMPULAN
Perlakuan pH dan suhu sangat berpengaruh terhadap aktivitas enzim selulase dari mikrofungsi Trichoderma reesei dan Aspergillus niger dengan substrat jerami padi.Kondisi optimal untuk menghasilkan Aktivitas enzim selulase dari mikrofungsi Aspergillus niger dan Trichoderma reesei yaitu suhu 37o C dan pH 6 dengan nilai aktivitas Enzim berurutan yaitu 0.187347 IU/ml, 0.157994 IU/ml (CMCase), 0.019549 IU/ml, 0.015227 IU/mL (Fpase), 0.039666 IU/ml, 0.021010 IU/ml (β-glukosidase).
DAFTAR PUSTAKA
Ahmed, A. P. Vermette .2008. Culture-based Strategies to EnhanceCellulase Enzyme Production from Trichoderma reesei RUT-C30 in Bioreactor Culture Conditions. Biochemical Engineering Journal 40, 399–407.
Ikram-ul-haq, Muhammad Mohsin Javed, Tehmina Saleem Khan and Zafar Siddiq. 2005. Cotton Saccharifying Activity of Cellulases Produced by Co-culture of Aspergillus niger and Trichoderma viride. Res. J. Agric & Biol. Sci.1(3): 241-245.
Ja’afaru, Moh. I., and Fagade, O. E. 2007. Cellulase Production and Enzymatic Hydrolysis of Some Selected Local Lignocellulosic Substrates by a Strain of Aspergillus niger. Medwell Journal : Research Journal of Biological Sciences 2, 1:13-16.
Juhasz, T., K. Kozma, Z. Szengyel, K. Reczey.2003.Production of β-Glucosidase in Mixed Culture of Aspergillus niger BKMF 1305 and Trichoderma reesei RUT C30, Food Technol. Biotechnol. 41 (1) 49–53.
Martins, L.F., D. Kolling, M. Camassola, A.J.P. Dillon, L.P. Ramos. 2008. Comparison of Penicillium echinulatum and Trichoderma reesei Cellulases in Relation to Their Activity Against Various Cellulosic Substrates. Bioresource Technology, 99, 1417–1424.
Shofiyanto, ME. 2008. Hidrolisis Tongkol Jagung oleh Bakteri Selulolitik untuk Produksi Bioetanol Dalam Kultur Campuran. Fakultas Teknologi Pertanian IPB : Bogor.
Wahyuningtyas, Puspita. 2012. Studi Pembuatan Enzim Selulase dari mikrofungi Trichoderma ressei dengan Substrat Jerami Padi sebagai katalis Hidrolisis Enzimatik Pada Produksi Bioetanol. Skripsi. Jurusan Keteknikan Pertanian Universitas Brawijaya : Malang.
Leave a Reply