Apa Kabar Evolusi…?

By Alan Soffan, Ph.D.

Tulisan ini dibuat ketika penulis mengupdate beberapa bacaan evolusi dan diskusi dengan pakar yang bergelut di bidang evolusi selama kunjungan penulis ke Lab Bioinformatic and Molecular evolution di Shizuoka University. Memutuskan untuk ikut “nimbrung” dengan penelitian-penelitian bidang evolusi memang tidak mudah, baik ketika mulai terjun ataupun ketika sudah mulai menggelutinya. Kata evolusi sejujurnya konsep lama yang mungkin tidak pernah punya kata penutup. Bagi sebagian orang mendengar kata evolusi mungkin langsung terbayang seekor kera yang berjalan membungkuk kemudian lama kelamaan berjalan tegak dan kemudian jadilah manusia modern seprti kita ini, dengan tidak lupa dibumbui kesimpulan alam pikir bawah sadar bahwa teori evolusi mengatakan bahwa manusia berasal dari kera. Konsekuensi logis dari pemahaman ini, ketika mendengar kata evolusi maka bagi sebagian orang langsung menarik diri, karena dianggap konsep yang jumud, stagnan, tidak menarik dan mungkin lebih baik dilupakan saja, pihak yang pro dan kontra evolusi berada di pihaknya masing-masing, tanpa ada celah komunikasi keduanya.

Namun ternyata, walapun teori evolusi dianggap jumud alias berkutat pada masalah darimana manusia berasal, ternyata tanpa disadari banyak orang, ilmu evolusi tetap melaju, apalagi dengan kemajuan ilmu biomolekuler. Pengetahuan evolusi yang awalnya hanya dilandaskan pada temuan-temuan fisik saja, sekaranng sudah memasuki ranah analisis data molekuler jumlahnya berlipat luar biasa. Kemampuan untuk mensekuen data molekuler berkembang secara eksponensial dengan teknologi sekuen terkini seperti next generation sequencing (NGS). Menariknya lagi kemampuan untuk menganalisa data molekuler juga mengalami perkembangan yang pesat, model-model matematika dan statistika semakin mapan dan meyakinkan untuk menguji hipotesa tertentu lewat ilmu yang disebut bioinformatika. Disinilah nampaknya mempelajari konsep evolusi menemukan momentumnya yaitu dengan menggabungkan evolusi molekuler dengan bioinfoamtik. Bahkan kecendurangannya evolusi molekuler lebih banyak berkembang akhir-akhir ini sehingga mempelajar evolusi dengan bayangan gambar kera bungkuk yang kemudian bertahap berdiri tegak terlihat tidak begitu berkembang (Walau interprestasi gambar kera berjalan tegak seperti di awal tulisan salah total, yang sesungguhnya diyakini dari gambar tersebut , manusia bukan berasal dari era tapi mempunyai nenek moyang yang sama).

Ide evolusi molekuler mulai dimuncukan pada tahun 1968 dengan tulisan seoran gilmuwan berkebangsaan Jepang Motoo Kimura  dengan judul artikel ilmiahnya  “Evolutionary rate at the molecular level” di majalah Nature kemudian diikuti publikasi serupa  berjudul “Non-Darwinian Evolution”. Di majalah Science tahun 1969 oleh  King dan Jukes. Kedua publikasi tersebut seolah menekankan bahwa teori evolusi molekuler Kimura -yang kemudian disebut sebagai neutralism- bertentangan dengan mapannya teori darwinisme selectionism. Prinsip evolusi neutralism Kimura mengatakan bahwa variasi dalam dan antar spesies makhluk hidup bukan disebabkan oleh seleksi alam (Darwinisme), tetapi pada mutasi mutasi di level molekuler yang bersifat netral. Perubahan atau mutasi yang sangat mungkin terjadi sifatnya netral dan jelas tidak ada kaitannya dengan kemampuan hidup makhluk hidup. Penulis menangkap bahwa ini artinya  mutasi yang berujung variasi itu tdak menyebabkan punahnya suatu spesies tapi hanya memiliki variasi yang berbeda. Berbeda dengan teori Seleksi alam Darwin yang mengatakan bahwa yang bertahan hidup itu dikarenakan memiliki mutasi yang bersifat menguntungkan  untuk bertahan hdup.   Memang pada akhirnya Kimura mengambil jalan tengah bahwa teori neutralism nya hanya berlaku di level molekuler , tapi di level phenotip teori seleksi alam masih berlaku. Tetapi penulis melihat bahwa sesungguhnya teori neutralism itu sebagai antithesis atas generalisasi yang berlebihan dari teori selectionist Darwinisme, paling tidak pada batas tertentu.

Akhirnya penulis yang masih pemula di bidang Evolusi molekuler, ingin mengambil benang merah bahwa mempelajari fenomena perubahan dan dinamika di level molekuler saja butuh usaha yang luar biasa, tetapi untuk menarik garis besar asal usul manusia secara ilmiah tidak akan sesederhana apa yang dilakukan oleh para pengikut Darwinism. Dari sini maka penulis mengajak kepada seluruh peminat data molekuler untuk lebih terbuka pada konsep Evolusi, harus bisa menguasa teknik analisa dan interprestasi data, supaya kita tidak ketinggalan lagi dengan teori ala Darwin yang di cekoki ke pikiran kita semenjak bangku SD. Sekarang ini penulis sedang meneliti perilaku evolusi gene- gene yang mempunyai fungsi signifikan bagi kelangsungan hidup suatu spesies lewat pendekatan  codon based substitution model yang kurang  lebih berhaluan neutralism. Penulis juga ingin mengingatkan bahwa teori evolusi termasuk bab yang mungkin tidak akan ada pintu tutupnya, seperti teori asal muasal serangga yang mulai menjadi perdebatan, jadi kesempatan bagi siapa saja untuk fokus mempelajari dan syukur jika bisa menghasilkan teori evolusi baru yang ilmiah , dan lebih dekat dengan keimanan.. Amin.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *