Abis Maca (Antiseptik Bio-Sprayer Muntingia Calabura): Solusi Penyembuhan Luka Pada Kulit

By : Intania Betari Miranda

Luka sangat dekat dengan keseharian manusia, baik anak-anak, orang dewasa, maupun yang telah lanjut usia. Perawatan luka tentu bukan hal baru bagi masyarakat awam apalagi pekerja medis (CNN Indonesia, 2015). Angka kejadian luka setiap tahun semakin meningkat, baik luka akut maupun luka kronis. Sebuah penelitian terbaru di Amerika menunjukkan prevalensi pasien dengan luka adalah 3.50 per 1000 populasi penduduk. Mayoritas luka pada penduduk dunia adalah luka karena pembedahan/trauma (48.00%), ulkus kaki (28.00%), luka dekubitus (21.00%). Sebuah asosiasi luka di Amerika melakukan penelitian tentang insiden luka di dunia berdasarkan etiologi penyakit. Diperoleh data untuk luka bedah ada 110.30 juta kasus, luka trauma 1.60 juta kasus,luka lecet ada 20.40 juta kasus, luka bakar 10 juta kasus, ulkus dekubitus 8.50 juta kasus, ulkus vena 12.50 juta kasus, ulkus diabetik 13.50 juta kasus, amputasi 0.20 juta pertahun, karsinoma 0.60 juta pertahun, melanoma 0.10 juta, komplikasi kanker kulit ada sebanyak 0.10 juta kasus (Diligence, 2009).

Berdasarkan Data Riskesdas (2013), proporsi jenis luka atau macam luka yang didominasi akibat trauma di Indonesia :

Tabel 1. Proporsi jenis luka di Indonesia

SELRES_0.8546027361882202SELRES_0.8546027361882202

No.Macam LukaPersentase
1.Luka lecet/memar70,9 %
2.Terkilir27,5%
3.Luka Robek23,2%

(sumber : Riset Kesehatan Dasar, 2013)

Adapun urutan proporsi terbanyak untuk tempat terjadinya cedera, sebagai berikut :

Tabel 2. Proporsi tempat terjadinya cedera

No.TempatPersentase
1.Jalan raya42,8%
2.Rumah36,5%
3.Area Pertanian6,9%
4.Sekolah5,4%

(sumber : Riset Kesehatan Dasar, 2013)

Provinsi dengan proporsi terbanyak terdapat di Banten 76,2% dan yang terendah di Papua yaitu 59,4%. Proporsi jenis luka yang menunjukkan 3 urutan tertinggi adalah luka lecet/memar, terkilir dan luka robek. Sementara, kelompok umur yang mempunyai proporsi tertinggi untuk jenis cedera lecet/memar sebagai berikut :

Tabel 3. Proporsi jenis luka di Indonesia

No.Macam lukaUmurPersentase
1.Lecet/memar15-24 tahun77,1 %
2.Lecet/memar25-34 tahun26,9 %
3.Terkilir65-74 tahun43,2 %

(sumber : Riset Kesehatan Dasar, 2013)

Kerusakan yang lebih lanjut dapat dihindari. Tubuh memiliki mekanisme khusus untuk penutupan luka. Pemulihan luka biasanya diawali dengan peradangan yang merupakan benteng proteksi pertama yang otomatis tersedia di dalam tubuh. Proses peradangan dan pemulihan luka membutuhkan sejumlah senyawa kimiawi guna menjaga daerah luka dari serangan mikroorganisme serta membangun struktur penutup luka itu sendiri. Proses pemulihan luka bukan hanya meliputi penutupan luka pada permukaan kulit tetapi juga meliputi penutupan pembuluh darah yang terkoyak, regenerasi dari sel-sel perifer saraf serta penggantian jaringan otot oleh serabut Lohgen (Suryana, 2014). Pengobatan terhadap luka terutama yang mengalami  infeksi dengan obat-obat sintetis telah berkembang dan banyak penemuan berbagai zat kimia sebagai antibakteri. Tetapi karena pertimbangan terhadap zat kimia sintetik yang mahal dan mempunyai efek samping terhadap organ vital, serta penggunaan antibiotik untuk infeksi kurang efesien, maka pengobatan dengan herbal alami menarik perhatian para ahli di bidang medis sebagai alternatif pengganti yang lebih potensi, murah,lebih aman, memiliki efek samping yang relatif kecil, dan terjamin ketersediaannya. Hal tersebut sekaligus menempatkan usaha pengobatan herbal lebih menjanjikan di kalangan masyarakat.

Di era industri maju sekarang ini, perhatian manusia akan kesehatan semakin meningkat. Hal ini ditunjukkan dengan sikap yang semakin selektif terhadap apa yang dikonsumsi, serta lebih memilih untuk kembali ke alam (Handajani, 2006). Indonesia merupakan negara yang kaya akan berbagai jenis tumbuhan serta warisan nenek moyang yang menemukan kekuatan penyembuhan dari tumbuhan melalui proses trial and error (Soni and Singhai, 2012). Data dari UU No. 36 Tahun 2009 Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.  Salah satu alternatif yang dapat digunakan adalah pemanfaatan bahan alam tumbuhan yakni daun kersen (Muntingia calabura) yang memiliki kandungan senyawa tanin, flavonoid dan saponin sebagai senyawa antibakteri (Prawira,2013).

Daun kersen mengandung kelompok senyawa atau lignin antara lain flavonoid, tannin, triterpene, saponin, dan polifenol yang menunjukkan aktivitas antioksidatif (Priharyanti, 2007; Zakaria, 2007). Hasil penelitian dengan uji fitokimia menunjukkan bahwa adanya kandungan flavonoid pada daun kersen mampu menghambat aktivitas bakteri (Arum, dkk:2012). Menurut penelitian Kuntorini,dkk (2013) bahwa aktivitas antioksidan ekstrak metanol daun kersen tua (IC50 =18,214 ppm) lebih kuat dibandingkan daun kersen muda (IC50 =21,786 ppm) namun lebih lemah dibandingkan vitamin C (IC50 =2,72 ppm) dan BHT (IC50 =5,36 ppm). Adapun penelitian yang dilakukan oleh Karlina (2015) menunjukkan kandungan antimikroba pada daun kersen dengan konsentrasi nilai MBC (konsentrasi bakterisida minimum) 1250 dan 2500 mg mampu menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dimana Staphylococcus merupakan salah satu patogen yang sering ditemukan dalam praktek klinis. Sehingga hadirlah inovasi baru dalam mengolah daun kersen ini berupa sprayer herbal. Penggunaan Bio-Sprayer menunjukkan perubahan yang bermakna dalam mengatasi nyeri dan kaku pada pasien dan disebutkan juga Bio-Sprayer tersebut tidak hanya menguntungkan pasien dalam hal kenyamanan, tapi dapat juga mengurangi efek samping dan kontraindikasi penggunaan obat oral. Penggunaan Bio-Sprayer dengan bahan baku daun kersen diharapkan dapat menciptakan inovasi antiseptik berupa cairan herbal melalui bahan alami yang belum termanfaatkan secara optimal.       

Adapun tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui analisis produk Antiseptik Bio-Sprayer Muntingia calabura menjadi produk antiseptik alami tanpa efek samping dan mengetahui proses pemasaran produk Antiseptik Bio-Sprayer Muntingia calabura untuk mendapatkan profit lebih untuk keberlanjutan usaha. Berdasarkan tujuan penelitian tersebut, diharapkan dapat memberikan manfaat di antaranya, meningkatkan keterampilan dan kreativitas dalam mengolah daun kersen menjadi bio-sprayer alami tanpa kandungan bahan kimia, mampu menumbuhkan jiwa wirausaha, meningkatkan sikap kritis, inovatif dan solutif dalam mencermati keadaan suatu wilayah yang mempunyai peluang usaha serta mampu meningkatkan nilai ekonomis bahan herbal yang kurang dimanfaatkan oleh masyarakat, dapat memperoleh obat herbal antiseptik yang aman, membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat.

Produk ABIS MACA diproduksi di Laboratorium Kimia Dasar FMIPA UNY selama 4 bulan, yaitu dari bulan April sampai Juli. Adapun peralatan yang digunakan yaitu : kompor gas, tabung gas 3 kg, rotatory evaporator, oven, pisau, gelas kimia, gelas ukur, tampah, timbangan, plastik, dan botol sprayer. Bahan yang digunakan yaitu daun kersen, gliserin , aquades, alkohol 70% dan air.

Penelitian Haki (2009) menyatakan bahwa daun kersen yang baik digunakan adalah daun yang tua dan segar. Diambil daun kersen yang tua dan segar kemudian dicuci dengan air PDAM dan dibilas dengan air mengalir. Kemudian dikeringkan dengan diangin-anginkan dan terlindung dari sinar matahari langsung sampai kering. Setelah daun kersen kering langkah selanjutnya daun kersen dihaluskan menggunakan blender. Serbuk yang telah dihaluskan disimpan dalam wadah kaca, tertutup rapat, terlindung dari sinar matahari serta pada suhu kamar.

Daun kersen (Muntingia calaburaÂL.) yang masih segar dirajang, dicuci menggunakan air mengalir 3-5 kali sampai bersih kemudian ditiriskan. Kemudian dikeringkan, daun kersen kering dihaluskan.

Pada produksi pertama telah dilakukan penelitian terhadap kualitas produk ABIS MACA dan kemudian dilakukan quality control pada setiap produksi selanjutnya untuk menjamin kualitas produk. Quality control dilakukan dengan cara mempertahankan komposisi bahan dengan perbandingan yang sama ketika produksi pertama serta dengan pengambilan sampel dari produk yang akan dipasarkan.

Berikut merupakan tabel hasil Uji Flavonoid di Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu Universitas Gadjah Mada.

Tabel 4. Kandungan Flavonoid ABIS MACA

Parameter UjiHasilSatuanMetode
Total Flavonoid Ekuivalen Rutin0,57% b/vSpektrofotometri UV-vis

Selain itu, produk ABIS MACA juga didesain sesuai dengan kebutuhan masyarakat yaitu berupa antiseptik herbal dalam bentuk sprayer serta produk ABIS MACA dikemas secara menarik menggunakan botol sprayer yang berkualitas. Terdapat 2 versi kemasan ABIS MACA yaitu 30 mL dan 60 mL.

Potensi Pengembangan Usaha

Usaha ABIS MACA berpotensi untuk dapat dikembangkan. Adanya inovasi produk baru ABIS MACA (Antiseptik Bio-sprayer Muntingia calabura) meningkatkan nilai jual tinggi tanaman kersen yang masih belum dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat. Selain itu juga mampu menambah devisa negara karena mampu menghasilkan produk yang bersaing di MEA. Diharapkan dapat mengurangi angka pengangguran di Indonesia. ABIS MACA juga memiliki potensi untuk memperluas wilayah pemasaran baik dalam negeri maupun mancanegara. Dalam sisi sosial, adanya produksi ABIS MACA dapat menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar. Hal ini dikarenakan dari proses produksi, hingga pemasaran, penulis melakukan kerjasama dengan masyarakat sekitar. Dilihat dari kesehatan, ABIS MACA mengandung flavonoid yang berfungsi sebagai anti-bakteri dan anti-inflamasi, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai antiseptik bio-sprayer penyembuhan luka pada kulit. Dengan memakai ABIS MACA, diharapkan dapat mengurangi dampak tetanus dan infeksi pasca terjadi luka pada kulit. Selain itu, dapat membuka kerjasama dengan masyarakat sekitar. Hal ini dikarenakan proses pemasokan bahan baku memerlukan jumlah yang besar.

KESIMPULAN

Daun kersen yang sebelumnya belum dimanfaatkan secara optimal menjadi produk antiseptik herbal dengan inovasi dan bernilai jual tinggi. Produk tersebut yang kemudian memiliki merk dagang dengan nama  ABIS MACA (Antiseptik Bio-Sprayer Muntingia calabura). ABIS MACA telah diproduksi mulai bulan Maret sebanyak 6 kali. Usaha produk antiseptik ABIS MACA berpotensi untuk terus berlanjut dikarenakan mudahnya akses memperoleh bahan baku, telah teruji secara kualitas di LPPT UGM, mampu mengatasi luka ringan pada kulit, nyeri pada kulit, sebagai antiseptik, antiinflamasi, dan mengatasi gatal-gatal akibat gigitan serangga serta menjadi ide bisnis baru yang dapat menyerap tenaga kerja.

DAFTAR PUSTAKA

Asep Suryana Abdurrahmat. 2014. Luka, Peradangan dan Pemulihan. Jurnal ENTROPi (Inovasi Penelitian, Pendidikan dan Pembelajaran Sains). Vol. IX No. 1 Hal 721-840. ISSN 1907-1965. FMIPA Universitas Negeri Gorontalo.

Diligence, MedMarket. 2009. Advanced Medical Technologies. Diunduh tanggal 9 Juli 2017 dari http://mediligence.com

Evi Mintowati Kuntorini., Setya Fitriana., Maria Dewi Astuti. 2013.  Struktur Anatomi dan Uji    Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metanol Daun Kersen (Muntingia calabura). Prosiding Semirata FMIPA. Lampung : Universitas Lampung.

Handajani, Sri, dkk., 2006. The Queen of Seeds: Potensi Agribisnis Komoditas Wijen. Yogyakarta : Andi

Karlina, Aprillia. 2015.  Krim Daun Kersen (Muntingia calabura L) Sebagai  Alternatif Terapi Antimikroba Pada Luka Gangren Diabetik. Program Studi Biologi FMIPA Universitas   Lambung Mangkurat, Kalimantan Selatan.

Prawira M.Y, Sarwiyono dan Surjowardjoyo P., 2013. Daya Hambat Dekok Daun Kersen (Muntingia Calabura L.) terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus Aureus Penyebab Penyakit Mastitis pada Sapi Perah. Jurnal Fakultas PeternakanUniversitas Brawijaya.

Ramadhani, Suci R. 2015. Ternyata Luka pada Kulit Tidak Boleh Dibiarkan Kering. CNN Indonesia. diakses pada 1 Juli 2017.

Riset Kesehatan Dasar(Riskesdas). 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian RI tahun 2013. Diakses pada 7 Juli 2017, dari http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%202013.pdf.

Soni, H., dan Singhai, A.K., 2012. A Recent Update of Botanicals for Wound Healing ActivityIRJP, 3(7): 1-7.

Zakaria Z. A., Mustapha S., Sulaiman M. R., Jais A. M. M., Somchit M. N., Abdullah F. C. 2007.            The Antinociceptive Action Of Aqueous Extract From Muntingia calabura leaves: the  role of opioid receptors. Med Princ Pracyt. 16:130–136.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *